Tuesday 21 May 2013

Loge de Vriendschap Surabaya: Konflik Kecil Berupiah Besar?


Antara Saya dan Dia: The Freemasonry

Loji Persahabatan, atau Loge de Vriendschap Surabaya, merupakan sebuah gedung peninggalan V.O.C Belanda sejak 200 tahun lalu, tepatnya diresmikan pada tanggal 29 Agustus 1811 oleh B.H.J. Van Cattenburch. Saya rasa angka tersebut harusnya mampu memberikan satu lagi potongan puzzle bagi mereka yang mempertanyakan eksistensi Kelompok Elit ini yang berakar dari masa nabi-nabi dan berkembang dan tentunya berbuah hingga saat ini, karena yang berkecamuk di benak saya adalah, bagaimana bisa sekelompok orang yang berasal dari tanah Timur Tengah, lalu bermigrasi ke belahan dunia lain seperti Belanda, Inggris, Skotlandia dll. Lalu berabad-abad kemudian, seakan Amoeba yang membelah diri, mereka terus memperbanyak dirinya, semuanya tidak pernah cukup buat mereka karena mereka tahu ada tanah-tanah primitif diluar sana yang dapat mereka kuasai dan memberi mereka lebih banyak kekuatan. Maka datanglah mereka menduduki tanah-tanah "pramodern", yaitu tempat-tempat yang kini disebut negara berkembang. Salah satunya adalah kita, Indonesia.
Simbol Freemasonry: Lambang Jangka - Mistar (Membentuk Intervensi Dua Segitiga) & Tangan Berjabat

Gedung yang berada di Jl. Tunjungan No. 80 Surabaya ini berseberangan dengan Hotel Yamato (kini Hotel Majapahit), yaitu lokasi perobekan bendera Belanda yang konon merupakan sejarah terbentuknya filosofi Darah Merah-Tulang Putih Indonesia, alias bendera Indonesia. Namun, gedung ini sekarang sudah dialihfungsikan sebagai Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang secara umum menangani urusan-urusan yang berkaitan dengan kepemilikan tanah di Surabaya. Awalnya, kenyataan ini membuat saya cukup kecewa. Hingga saya berusaha mencari tahu lebih lanjut.

Loji Tempo Dulu
(Sumber: Ustadzrofii.wordpress.com)
Bagaimanapun saya sangat beruntung karena setelah merasa canggung dan kurang percaya diri untuk berada disana, (biasa, dikira fotografer takut Ujung2nya Duit) akhirnya, dengan bermodalkan status mahasiswa, saya yang berusaha memberanikan diri ini justru dapat sekalian mewawancarai perwakilan dari kedua pihak yang sedang berkonflik. Ya, konflik. Anda pasti bertanya-tanya bukan, "konflik macam apa??" Karena waktu itu, saya langsung bersemangat ketika Satpam kantor BPN ini menyebutkan status tanah itu sebagai "tanah sengketa". Ini sungguh diluar ekspektasi dan tujuan saya datang kesana. Tapi Ya!, meskipun hanya pak Satpam yang mewakili Kantor BPN dan seorang bapak paruh baya lainnya yang sedang memandikan anaknya yang mewakili pihak oposisi. Pihak oposisi? siapa ya....... :)

Kata "sengketa" adalah kata kunci yang menarik. Bagaimana tidak, ini bukan sengketa biasa. Gedung yang digunakan pemerintah (dilengkapi dengan surat putusan PN Surabaya, SK walikota Surabaya juga surat Ijin Mendirikan Bangunan: IMB), yang berfungsi sebagai pengelola segala hal yang berkaitan dengan tanah termasuk hak tanah dan kasus sengketa dan konflik tanah lainnya, justru dituntut ke pengadilan oleh pihak asing yang mengklaim bahwa tanah tersebut miliknya didasari pencabutan Keputusan Presiden Soekarno oleh Gus Dur dekade lalu.

Jadi, siapa pihak asing, atau pihak oposisi ini?, "... namanya Pak Tjipto", kata Pak Puji si Satpam kantor BPN. "...dari yayasan gereja jaman dulu bernama Loka Pamitran". Begitulah jawabannya ketika saya bertanya siapa Pak Tjipto. (Jujur waktu itu saya agak kasihan dengan kata "gereja" yang seringkali dijadikan topeng oleh pihak-pihak tertentu.) Sebelum melakukan wawancara kepada Pak Puji, saya berniat memotret sebuah ruangan besar di bagian belakang gedung ini yang dari jendela besarnya terlihat tidak digunakan dan agak kumuh dari luar. Namun... "SSSHHH!!" seseorang menegur saya untuk tidak melakukannya, saya memberanikan diri mendatanginya, memperkenalkan diri dan bertanya, hingga ia mengaku sebagai penjaga bagian belakang gedung ini. Ia menyatakan bahwa bosnya yang menyuruhnya. Saya memastikan sejauh apa pekerjaannya dan ternyata, hanya sesederhana menjaga bangunan tua, dan diperbolehkan menghuninya, oleh seseorang yang ia sebut "bos". Ia di-amanahi untuk tidak mengizinkan pihak asing untuk mengambil foto apalagi masuk ke dalam tempat itu.


Pak Puji dan Saya Disamping Ruang Utama yang Sudah Diklaim
Ruang Utama Loji dari Luar (Samping Gedung)

Saat itu saya tahu bahwa saya sudah memiliki keyword yang cukup untuk mengalihkan "wawancara" selanjutnya ke google. Karena, apapun alasan dibalik pengklaiman seorang Pak Tjipto, tentunya hal tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit. Ia mewakili yayasan Loka Pamitran yang saya yakin tidak ada hubungan relijius dengan gereja. Terbukti, setelah saya telusuri, Loka Pamitran, Sebuah organisasi kebatinan yang dikukuhkan sebagai organisasi independen pada tanggal 7 april 1955. Dikukuhkan oleh Master dari "Orde Van Vrijmetselaren on der het Groot Oosten der Nederlanden" (Ordo Freemason dibawah Master Hindia Belanda) Pamitran sendiri berarti "Persahabatan", Arti yang sama dengan De Vriendschap. Salah satu majalah lokal pada tahun 2002 pernah memuat berita tentang upaya mengambil kembali lahan milik Loge de Vriendschap. Majalah tersebut menulis, "Sebuah perkumpulan yg dulu dinyatakan sebagai organisasi terlarang menuntut tanah dikawasan tunjungan, Surabaya".

Pada tahun 1945-1950an, loge-loge atau loji-loji Freemasonry, oleh kaum pribumi disebut sebagai Gedong Setan. Hal ini disebabkan ritual kaum Freemason yang selalu melakukan sejenis pemanggilan arwah orang mati, seperti halnya ritual yang dilakukan di halaman Gedung ini. Tapi, lama-kelamaan hal ini mengusik istana. Sehingga pada Maret 1950, Presiden Soekarno memanggil tokoh-tokoh Freemasonry tertinggi Hindia Belanda yang berpusat di Loji Adhucstat (sekarang Gedung Bappenas-Menteng) untuk mengklarifikasi hal tersebut.

Di depan Soekarno, tokoh-tokoh Freemasonry ini mengelak dan menyatakan bahwa istilah Setan berasal dari pengucapan kaum pribumi terhadap Sin Jan (Saint Jean) yang merupakan salah satu tokoh suci kaum Freemasonry. Walau mereka berkelit, namun Soekarno tidak percaya begitu saja. Akhirnya, Februari 1961, lewat Lembaran Negara (Keputusan Presiden) Presiden Soekarno membubarkan dan melarang keberadaan Freemasonry di Indonesia. Lembaran Negara ini kemudian dikuatkan oleh Keppres Nomor 264 tahun 1962 yang membubarkan dan melarang Freemasonry dan segala derivat-nya seperti Rosikrusian, Moral Re-armament, Lions Club, Rotary Club, dan Bahaisme. Sejak itu, loji-loji mereka disita oleh negara.

Namun, 38 tahun kemudian, Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mencabut Keppres nomor 264/1962 tersebut, dan mengeluarkan Keppres nomor 69 tahun 2000 tanggal 23 Mei 2000. Sejak itulah, keberadaan kelompok-kelompok berbasis Yahudi seperti Organisasi Liga Demokrasi, Rotary Club, Divine Life Society, Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia), Moral Rearmament Movement, Ancient Mystical Organization Of Rosi Crucians (AMORC) dan Organisasi Bahai menjadi resmi dan sah kembali di Indonesia.

Keputusan Presiden Gus Dur yang "Silahkan-menilai-sendiri"

Ironis bukan? Kini, sebagian lahan seluas 2003 meter persegi ini telah diberi pagar seng. Pihak Pak Tjipto dari Loka Pamitran menuntut eksekusi pengosongan lahan negara ini. Loka Pamitran sendiri merupakan yayasan bagian dari Organisasi Loge Agung Indonesia yang dilindungi hukum, yayasan ini dimuat dalam Tambahan Berita Negara No. 63 Tahun 1954.

Tjipto Chandra (Kiri) yang juga ketua Yayasan Nusa Abdiguna
(Sumber: bisnis-jatim.com)

Jadi, apa tujuan Loka Pamitran yang segitu kekeuh-nya mengklaim gedung tersebut dan adakah dana yang menyokongnya? Jika ada, darimana? Lalu, apa tujuan organisasi-organisasi yang begitu antusiasnya sejak kembali diizinkan oleh Keputusan Presiden Gus Dur itu? Apa kegiatan mereka dan agenda final-nya?

Sulit menjawab pertanyaan tersebut seorang diri. Yang saya tahu, pertanyaan mengenai "eksistensi" adalah pertanyaan paling tidak layak dan tidak lazim untuk ditanyakan. Kecuali jika si pe-nanya jarang memanfaatkan kemampuan luar biasa yang ada di dalam kepalanya. See ya in the next post, truth-seeker! ;)